Laporan PKL Alat Tangkap Jermal

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perikanan merupakan salah satu bidang yang diharapkan mampu menjadi penopang peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sub sektor perikanan dapat berperan dalam pemulihan dan pertumbuhan perekonomian bangsa Indonesia karena potensi sumberdaya ikan yang besar dalam jumlah dan keragamannya. Selain itu, sumberdaya ikan termasuk sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources) sehingga dengan pengelolaan yang bijaksana, dapat terus dinikmati manfaatnya.
Sebagai negara terbesar di dunia yang memiliki sekitar 17.508 dengan panjang garis pantai sebesar 81.000 km. Indonesia memiliki potensi sumber daya wilayah pesisir dan lautan yang sangat besar (Bengen, 2002). Hal ini disebabkan karena perairan di Indonesia sebagian besar terdiri dari laut, sehingga banyak dijumpai berbagai jenis ikan baik demersal maupun pelagis.
Provinsi Kalimantan Timur memiliki luas perairan 17.741 km2 yang terdiri atas 27.741 yang terdiri atas 27.741 km2 perairan umum dan 120.000 km2 perairan laut termasuk muara dan teluk dengan berbagai biota akuatik dan bahan tambang serta lahan potensial bagi usaha perikanan. (Dinas Perikanan Kalimantan Timur, 1999 dalam Arliana 2007).
Samboja merupakan salah satu kecamatan yang terletak di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara dengan luas wilayah 1.045,90 km2. Kecamatan yang berada di tepi selat Makassr ini terletak pada posisi antar 116˚ 50’ – 117˚ 14’ dan 0˚ 52’ LS – 1˚ 08’LS, selain memiliki potensi perekonomian dalam bidang migas, juga memiliki potensi di bidang perikanan tangkapnya, yang memasok pemasukan dalam perekonomian juga pendapatan masyarakat nelayannya.
Jermal merupakan alat salah satu alat tangkap yang dipergunakan oleh para nelayan di Samboja sebagai alat tangkap udang papai. Alat tangkap jermal pada umumnya menggunakan cara dengan menghadakan gerombolan udang papai dengan cara membentangkan jaring di daerah pasut. Jermal ini merupakan alat tangkap pasif, yang mana hasil pengambilan penangkapan dilakukan pada waktu surut baik itu pada siang atau malam hari.
Praktek kerja lapangan merupakan suatu media yang berperan dalam melatih ketrampilan dan memperkenalkan kondisi sebetulnya di lapangan kepada mahasiswa. Dalam praktek kerja lapangan ini mahasiswa melakukan pengamatan serta ikut serta dalam pengoprasian alat tangkapa ikan jermal di Kel. Muara Jawa, Kec. Samboja dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
1.2. Tujuan Praktek Kerja Lapangan
Tujuan dari praktek kerja lapang ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi sebagai gambaran umum pengoprasian dan hasil tangkapan alat  tangkap jermal yang ada di Kel. Muara Sembilang, Kec. Samboja.
1.3. Manfaat
Manfaat dari praktek kerja lapang ini diharapkan dapat memberi tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa mengenai profil, cara pengoprasian dan hasil tangkapan alat tangkap jermal yang ada di Kel. Muara Sembilang, Kec. Samboja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Alat Tangkap
Alat penagkapan ikan ini muncul di masyarakat primitif dengan bentuk tambak, panah, lembing, harpon, dan pancing yang terbuat dari batu, kulit kerang, talang, dan gigi binatang. Untuk menangkap ikan secara pasif di perairan dangkal, penghadang terbuat dari tanah atau batu, ranting serta kerei rotan dan terowongan dibangun. Kemudian ikan ditangkap di dalam batang kayu yang berlubang, perangkap dari tanah liat dan keranjang. Penangkapan yang lebih aktif dilakukan dengan lembing, sumpitan, penjepit, dan alat penggaruk bersamaan dengan pancing. Munculnya jaring yang terbuat dari serat merupakan langkah penting dari perkembangan alat tangkap tradisional. Alat tangkap perangkap khususnya jermal ini merupakan perkembangan dari alat tangkap yang digunakan masyarakat primitif tersebut. Jermal ini memiliki jaring yang bahannya terbuat dari anyaman rotan sebelum ditemukannya pembuatan bahan dasar jaring sintetis serat alami. Alat tangkap jermal ini banyak digunakan pada jaman sebelum perang dunia kedua, yang sampai sekarang masih digunakan oleh nelayan tradisional.
2.2. Defenisi Alat Tangkap
Jermal adalah alat penangkapan ikan yang terdiri dari tiang-tiang pancang yang merupakan sayap, jaring jermal, dan rumah jermal (Subani dan Barus, 1989). Jermal disebut sebagai stow net, yaitu tipe jaring berbentuk kantongyang dipasang dengan bukaan mulut menghadap arus pasang surut, bersifat pasif dan menetappada daerah penangkapan tertentu (Vont Brant, 1984 diacu dalam Tiku, 2002). Jermal diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Subani dan Barus, 1989).
2.3. Kontruksi Alat Tangkap
Jermal memiliki bagian-bagian yang terdiri dari jajaran tiang-tiang pancang yang merupakan sayap, jaring jermal, dan rumah jermal (Subani dan Barus, 1989). Jajaran tiang pancang biasanya terbuat dari bahan kayu nibung, kayu pohon bakau,atau pun kayu tengar. Ukuran panjang tiang pancang umumnya antara 12-15 m dan berdiameter 10-20 cm.
Jaring jermal terdiri dari tiga bagian yaitu mulut, badan, dan kantong. Jaring jermal ini bentuknya bisa menyerupai tikar, berbentuk kantong (bubu jermal atau jaring kantong jermal), berbentuk gabungan antara tikar dan kantong (kilung bagan atau ambai jermal). Jaring terbuat dari benang katun, kuralon, atau nilon halus. Jaring pada alat tangkap jermal terdiri dari dua lapisan, lapisan pertama ukuran mata jaringnya lebih besar dan diletakkan pada lapisan atas, sedangkan lapisan yang kedua ukuran mata jaringnya lebih kecil dan diletakkan pada lapisan terluar jaring jermal. Rumah jermal, merupakan (flatform) tempat kegiatan perikanan jermal dilakukan, dan tempat tinggal pekerja-pekerja jermal (Subani dan Barus, 1989).
Parameter utama dari jermal adalah ukuran tiang-tiang pancang atau tiang penghadang. Selain itu bukaan mulut jaring jermal juga menjadi salah satu faktor keberhasilan dalam usaha penangkapan tersebut.

2.4. Pengoprasian Alat Tangkap
Nelayan melakukan persiapan terlebih dahulu sebelum berangkat ke lokasi penangkapan ikan. Persiapan tersebut meliputi persiapan perbekalan, bahan bakar untuk mesin kapal sebagai alat transportasi untuk menuju lokasi penangkapa, dan minyak tanah untuk lampu petromaks dan untuk merebus ikan.
Adapun tahapan dalam pengoperasian jermal ada empat tahap, yaitu sebagai berikut (Tiku, 2002). Penurunan jermal (setting). Adapun urutan penurunan alat tangkap jermal adalah melepas penahan penggulungyang ada di bagian depan, kemudian menurunkan kedua sisi mulut jaring bagian depan sebelah kanan dan kiri dengan bantuan tiang penekan sampai menjejak dasar perairan, lalu mengikat kedua tiang penekan pada tiang utama rumah induk jermal, menurunkan jaring bagian tengah hingga bagian belakang sampai badan jaring masuk ke dalam air tetapi tidak sampai ke dasar perairan dan menurunkan sebagian kecil jaring belakang yang terdiri dari dua lembar saringan yang berfungsi sebagai tempat menampung hasil tangkapan.
Tahap selanjutnya yaitu perendaman (soaking). Lama perendaman jermal adalah 20-30 menit. Selama menunggu perendaman, nelayan dalam pondok jermal mengamati apakah sudah ada ikan atau udang yang terkumpul. Lalu proses selanjutnya yaitu pengangkatan jermal (hauling). Proses pengangkatan jermal meliputi melepaskan ikatab tiang penekan bagian depan, lalu digulung kembali dengan menggunakan penggulung, kemudian penggulung ditahan hingga tidak berputar lagi dan dapat menahan jaring yang sudah tergantung dan jaring bagian tengah dan belakang dinaikkan menggunakan penggulung sampai menyentuh pelataran, kemudian penggulung ditahan agar tidak berputar dan dan dapat menahan bagian jaring yang sudah menggantung.
Proses yang terakhir yaitu pengambilan hasil tangkapan. Hasil tangkapan dapat diambil dengan menutup mulut jaring. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat bibir bawah sehingga menyatu dengan bibir atas, kemudian diikuti dengan mengangkat bagian kantong melalui katrol-katrol. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan dengan membuka ikatan tali pada ujung belakang kantong.

2.5. Daerah Pengoprasian
Pengoperasian alat tangkap jermal biasanya dioperasikan pada perairan yang jaraknya sekitar 3-6 mil dari pantai (Subani dan Barus, 1989). Daerah penangkapan jermal ialah daerah-daerah pantai dan daerah teluk, daerah dimana ikan-ikan bermigrasi kedaerah tersebut. Fishing ground harus terlindung dari angin yang kuat, karena akibat hembusan angin akan menimbukan gelombang yang akan mempersulit kerja nelayan. Selain itu dasar permukaan tempat pengoperasian alat tangkap jermal harus berupa pasir atau lumpur agar tiang-tiang pancang dapat berdiri kokoh dan memudahkan nelayan untuk memasang alat tangkap tersebut (Taufiq, 2009).
Daerah distribusi jermal terutama terdapat di Panipahan, Bagan Siapi-api, Pulau Merbau, imigrasi hilir di Riau, Tanjung Tiram, Sumatra Utara, Tanjung Ledong, Sei Brombang, Labuhan Bilib, Bagan Asahan, Pangkalan Dedek, Pangkalan Brandan, Bandar Kalifah, Tanjung Biringin, Sialang Buah dan Belawan (Subani dan Barus, 1989).

2.6. Pasang Surut
Pasang surut merupakan proses peristiwa naik turunnya permukaan air laut sebagai akibat dari interaksi gravitasi (gaya tarik) bulan dan matahari terhadap bumi. Peristiwa tersebut akan mempengaruhi penyebaran suhu, salinitas, kecerahan dan sebagainya yang kemudian akan mempengaruhi aktifitas biologi dan membatasi penyebaran ikan, udang serta sumberdaya hayati lainnya di laut (Kaswadji 1982).
Pengaruh pasang surut yang utama pada perairan adalah dalam hal fluktuasi salinitas. Pada tempat yang berbeda pasang surutnya cukup besar, pasang naik mendorong air laut lebih jauh ke hulu sungai, menggeser isohalin ke hulu sungai. Pasang turun mendorong isohaline ke hilir sungai sehingga daerah estuaria akan  berubah salinitasnya sesuai keadaan pasang surut (Nybakken, 1982).
Pola pasang surut air di Indibagi menjadi empat jenis yaitu :
Pasang surut harian tunggal (diurnal tide), pasang surut harian ganda (semi diurnal),  pasang campuran dan pasang surut jenis campuran condong keharian tunggal (mixed tide prevailing diurnal) (Nontji, 1993).

2.7. Arus
Arus air laut adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horisontal sehingga menuju keseimbangannya, atau gerakan air yang sangat luas yang terjadi di seluruh lautan dunia. Arus juga merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dikarenakan tiupan angin atau perbedaan densitas atau pergerakan gelombang panjang. Pergerakan arus dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain arah angin, perbedaan tekanan air, perbedaan densitas air, gaya Coriolis dan arus ekman, topografi dasar laut, arus permukaan, upwellng , downwelling.
Selain angin, arus dipengaruhi oleh paling tidak tiga faktor, yaitu :
a) Bentuk Topografi dasar lautan dan pulau – pulau yang ada di sekitarnya : Beberapa sistem lautan utama di dunia dibatasi oleh massa daratan dari tiga sisi dan pula oleh arus equatorial counter di sisi yang keempat. Batas – batas ini menghasilkan sistem aliran yang hampir tertutup dan cenderung membuat aliran mengarah dalam suatu bentuk bulatan.
b) Gaya Coriollis dan arus ekman : Gaya Corriolis memengaruhi aliran massa air, di mana gaya ini akan membelokkan arah mereka dari arah yang lurus. Gaya corriolis juga yangmenyebabkan timbulnya perubahan – perubahan arah arus yang kompleks susunannya yang terjadi sesuai dengan semakin dalamnya kedalaman suatu perairan.
c) Perbedaan Densitas serta upwelling dan sinking : Perbedaan densitas menyebabkan timbulnya aliran massa air dari laut yang dalam di daerah kutub selatan dan kutub utara ke arah daerah tropik.
Adapun jenis – jenis arus dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Berdasarkan penyebab terjadinya
Arus ekman : Arus yang dipengaruhi oleh angin.
Arus termohaline : Arus yang dipengaruhi oleh densitas dan gravitasi.
Arus pasut : Arus yang dipengaruhi oleh pasut.
Arus geostropik : Arus yang dipengaruhi oleh gradien tekanan mendatar dan gaya coriolis.
Wind driven current : Arus yang dipengaruhi oleh pola pergerakan angin dan terjadi pada lapisan permukaan.
2. Berdasarkan Kedalaman
Arus permukaan : Terjadi pada beberapa ratus meter dari permukaan, bergerak dengan arah horizontal dan dipengaruhi oleh pola sebaran angin.
Arus dalam : Terjadi jauh di dasar kolom perairan, arah pergerakannya tidak dipengaruhi oleh pola sebaran angin dan mambawa massa air dari daerah kutub ke daerah ekuator.
 BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Alat Tangkap Jermal
Jermal disebut sebagai stow net, yaitu tipe jaring berbentuk kantongyang .dipasang dengan bukaan mulut menghadap arus pasang surut, bersifat pasif dan menetap pada daerah penangkapan tertentu (Vont Brant, 1984 diacu dalam Tiku, 2002). Alat tangkap jermal yang ada di Kel. Muara Sembilan relatif berbeda dengan jermal yang berada di daerah Sumatera, hal ini bisa dilihat dari bentuknya jermal yang berada di daerah Sumatera memiliki rumah induk yang berbentuk pelataran yang memilki banyak bagian menyerupai bagan, sedangkan jermal yang berada di Kel. Muara Sembilan jermalnya hanya terdiri dari tiang-tiang yang tersambung satu dengan yang lain tanpa memilki bagian-bagian (rumah jermal).
3.1.1. Jaring Jermal
Bentuk jaring jermal yang ada di Kel. Muara Sembilan berupa gabungan lembaran jaring yang menyerupai limas, terdiri atas badan jaring. Adapun badan jaring di bagi menjadi 3 bagian berdasarkan ukuran mata  yaitu : bagian depan memiliki ukaran mata jaring 2 inci, bagian tengah memiliki ukuran mata jaring 1,5 inci dan bagian belakang memiliki ukuran mata jaring seukuran waring. Dimana bagian depan jaring memiliki panjang ± 5 meter, bagian tengah jaring memiliki panjang ± 6 meter dan bagian belakang jaring memiliki panjang ± 8 meter. Material jaring terbuat dari bahan polyethylene.
Bentuk bagian sayap jaring bagian kanan dan kiri adalah segita. Panjang bagian ini sama dengan panjang badan jaring, sedangkan tingginya kurang lebih 5 – 6 meter  

3.1.2. Rumah Jermal
Rumah jermal merupakan bangunan empat persegi panjang yang memiliki ukuran 15 – 20 meter dan lebar 10 – 12 meter. Di bagian rumah jermal ini terpasang jaring yang berada pada bagian depan, dimana pada bagian depan jaring jermal dipasang terbuka sehingga berupa seperti mulut, yang nantinya menjadi pintu masuk untuk biota yang terbawa oleh arus. Bahan yang digunakan untuk membuat rumah jermal adalah batang pohon nibung (Oncosperma sp). Batang nibung dipasang berbaris lurus dari depan ke belakang. Rumah jermal terdiri dari tiang – tiang yang ditancap ke dasar perairan dimana tiang berfungsi untuk menekan jaring dan menjadi penyanggah untuk nelayan ketika akan mengambil hasil tangkapan.
Dalam pembuatan rumah jermal yang pertama dilakukan adalah pemancangan tiang induk utama. Pembuatan rumah jermal membutuhkan tenaga kerja sebanyak 9 orang, terdiri dari1 orang ketua (komandan) dan 8 orang anak buah. Batang nibung yang akan dipancang sebagai tiang utama di pilih yang sudah tua, berdiameter 13 cm dengan panjang 15 meter dan ujung batang bagian bawah dilancipkan terlebih dahulu.

3.1.3.  Kapal
Dalam suatu usaha penangkapan ikan, khususnya yang dilakukan dilaut, kapal merupakan sarana pokok untuk dapat melakukan usaha penangkapan. Pada usaha penangkapan yang menggunakan alat tangkap jermal, kapal merupakan alat transportasi. Sebab pada pengoprasian alat tangkap jermal, kapal sama sekali tidak dipergunakan. Jadi kapal hanya berfungsi untuk para pekerja dan mengangkut hasil tangkapan kembali ke pangkalan.

Kapal yang digunakan sebagai sarana transportasi milik Bapak andi baso memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Nama Kapal : KM. Andi Baso
Merek Mesin : Don Feng (DF)
Kekuatan Mesin : 12 PK
Lebar Kapal : 1,5 meter
Panjang Kapal : 6 meter
Gross Tonage : 10,5 GT
Bentuk kapal terbuka, dimaksudkan untuk mempermudah proses transpotasi dan pengangkutan.

3.1.4. Nelayan
Di daerah Kel. Muara Sembilang nelayan dapat dikelompokan menjadi dua golongan, yaitu nelayan pemilik (pungawa) dan nelayan buruh (anak buah). Nelayan pemilik adalah pihak yang memiliki alat tangkap, kapal dan unit pengolahan hasil tangkapan. Nelayan buruh adalah orang yang bekerja kepada nelayan pemilik dan mendapatkan upah.
Tugas nelayan jermal adalah menangkap ikan atau udang, sedangkan buruh bekerja di unit pengolahan bertugas menjemur, menyortir dan mengepak udang atau ikan yang sudah kering.


3.1.5. Alat Bantu Penangkapan
Alat bantu yang digunakan dalam pengoprasian alat tangkpa jermal terdiri atas serok, penggulung, tiang penekan dan keranjang.
Serok digunakan untuk menciduk atau mengambil hasil tangkapan yang sudah terkumpul, kemudian dimasukan ke dalam keranjang. Panjang tangkai serok adalah 250 cm, terbuat dari kayu bulat atau bambu yang berdiameter 3 – 4 cm. Diameter serok adalah 40 cm, terbuat dari waring halus, sedangkan bukaan mulut serok terbuat besi bulat berdiameter 1 cm.
Penggulung atau roller terbuat dari bahan kayu, ada juga yang menggunakan kayu besi agar tahan lama. Fungsi penggulung adalah untuk menurunkan dan menaikan bagian – bagian alat jermal yang memiliki bebean yang berat, terutama bagian depan, tengah dan belakang jaring.
Tiang penekan berjumlah 2 buah, terletak pada bagian paling depan kanan dan kiri yang dihubungkan dengan lingkaran batang besi, biasanya disebut kolong – kolong dan berdiameter 30 – 40 cm. Lingkaran batang besi tersebut dimasukan pada tiang utama rumah jermal yang berfungsi untuk mempermudah penurunan jaring. Fungsi tiang penekan adalah untuk menekan mulut jaring jermal depan bagian bawah sampai tejejak ke dasar perairan, sehingga mulut jaring terbuka dengan sempurna.
Keranjang berfungsi sebagai wadah tempat menampung hasil tangkapan yang sudah terkumpul pada saringan badan jaring jermal.

3.2. Metode Penangkapan
Nelayan melakukan persiapan terlebih dahulu sebelum berangkat ke lokasi penangkapan ikan. Persiapan tersebut meliputi persiapan perbekalan, bahan bakar untuk mesin kapal. Pengoprasian alat tangkap jermal sangat bergantung pada waktu pasang dan waktu surut,. Apabila waktu pasang surut terjadi pada siang hari maka oprasi penangkapan dilakukan siang hari, begitu juga sebaliknya. Biasanya nelayan akan berangkat ke lokasi penangkapan 20 – 30 menit sebelum pasang berakhir. Kondisi ini sudah sangat dipahami oleh nelaya, sehingga tidak pernah meleset dalam menentukan saat berangkat ke lokasi penangkapan. Adapun tahapan yang dijalankan pada saat proses pengoprasian alat tangkap jermal meliputi kegiatan sebagai berikut :

3.2.1. Penurunan Alat Tangkap (Setting)
Setelah sampai di lokasi alat tangkap jermal, ketinggian pasang air harus diperhatikan terlebih dahulu sebelum jaring jermal diturunkan. Jika pasang air sudah  berakhir dan akan tiba saatnya surut, maka jaring jermal siap diturunkan.
Urutan penurunan jaring jermal yaitu sebagai berikut :
1) Melepaskan penahan penggulung atau rumah pemutar yang ada di bagian depan
2) Menurunkan kedua sisi mulut jaring bagian depan sebelah bawah kanan dan kiri dengan bantuan tiang penekan sampai menjejak dasar perairan
3) Mengikat dengan kuat kedua tiang penekan pada tiang utama rumah jermal
4) Menurunkan bagian tengah hingga bagian belakang sampai badan jaring masuk kedalam air, tetapi tidak sampai ke dasar. Sebagian besar badan jaring masuk kedalam air, kira – kira ¾ bagian dari badan jaring. Bagian yang tidak masuk kedalam air tergantung pada bagian jermal tengah yang memanjang dari depan ke belakang.
Apabila semua bagian jaring sudah diturunkan, maka operasi penangkapan sudah mulai dilaksanakan dan nelayan tinggal kembali ke pelabuhan untuk menunggu dan beristirahat.
3.2.2. Pengambilan Hasil Tangkapan
Apabila ikan atau udang sudah terkumpul, maka dilakukan pencidukan hasil tangkapan menggunakan serok. Lalu hasil tangkapan tersebut dimasukan ke dalam keranjang yang telah di persiapkan.
Keranjang disiapkan di dalam kapal sebanyak dua buah, satu buah untuk tempat menampung ikan atau udang yang besar dan sedang, satu buah lainnya untuk menampung udang halus atau udang rebon. Apabila keranjang sudah penuh lalu diangkat ke atas kapal, kemudian disortir unntuk mempermudah pengolahan saat di pelabuhan.









 



3.2.3. Pengangkatan Alat Tangkap
Apabila arus surut sudah tidak ada lagi, maka operasi penangkapan ikan sudah selesai. Proses pengangkatan alat tangkap secara berurutan dilakukan secar berikut :
1) Menarik jaring dari perairan, dari bagian depan hingga belakang sambil dibersihkan
2) Jaring digulung pada kayu dimana jaring diikat, kemudian rapihkan hingga kencang dan dipastikan tidak akan terurai.
Apabila semua sudah selesai dikerjakan, maka tugas selanjutnya adalah menurunkan hasil tangkapan dan alat – alat bantu yang bisa dibawa pulang, ditaruh di atas kapal selanjutnya kembali ke pangkalan.
3.3. Penanganan Hasil Tangkapan
Adapun hasil tangkapan yang diperoleh dari alat tangkap jermal yang berada di daerah Kel. Muara Jawa, Kec. Samboja selama pelaksanaa praktek kerja lapangan antara lain udang rebon (Myisis), udang putih (Penaeus indicus), udang bintik, udang mantis (Odontodactylus scyllarus), udang windu (Penaeus monodon), ikan teri (), ikan sembilang (Plotusus canius), ikan layur (Trichiurus lepturus), ikan sebelah (Cynoglossus microlepis), ikan biji nangka (Parupeneus indicus), ikan gulama (Nibea albiflora), ikan pepetek (Leiognathus dussumieri), ikan kurisi (Nemipterus nematoporus), ikan tenggiri (Scomberomorus commerson), ikan kembung (Restrelliger canagurta), ikan selar (Caranx mate), ikan julung (Hemiramphus brasiliensis), rajungan (Portunus pelagicus), kepiting bakau (Scylla serrata), dan jenis ikan – ikan yang terbawa arus dari mulut muara.
Hasil tangkapan utama yang dominan adalah udang rebon, hal ini dilihat dari total hasil tangkapan.
Proses penanganan hasil tangkapan terdiri atas penanganan di laut dan penanganan di darat. Penanganan di laut adalah sortir, yaitu memisahkan ikan dan udang yang memiliki nilai jual yang tinggi dalam bentuk
Proses penanganan di darat meliputi penjemuran udang atau ikan yang telah diberi garam untuk dibuat ikan asin. Apabila sudah kering maka dilakukan penyortiran kembali untuk memisahkan jenis ikan dan udang sesuai mutu yang dikehendaki.  
BAB VI
KESIMPULAN

6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktek kerja lapangan yang telah dilakukan diantaranya :
Ø Jermal merupakan alat tangkap ikan yang bersifat pasif berbentuk perangkap yang dalam pengoperasiannya memanfaatkan pasang surut. Kontruksi jermal terdiri atas tiang – tiang pancang yang merupakan sayap, jaring jermal dan rumah jermal
Ø Keberhasilan pengoprasian alat tangkap jermal sangat tergantung pada posisi alat tangkap tersebut ditempatkan dan tinggi rendahnya pasang surut daerah tersebut
Ø Hasil tangkapan utama jermal yang berada di Kel. Muara Jawa, Kec. Samboja yaitu udang rebon atau yang disebut dalam bahasa lokalnya udang papai, dengan hasil tangkapan sampingannya jenis – jenis ikan yang berada di sekitar mulut muara
Ø Alat tangkap jermal akan memberikan hasil tangkapan yang baik bila dioperasikan pada saat pasang tinggi, sedangkan pada pasang surut terendah memberikan hasil tangkapan yang memuaskan. 
6.2. Saran
Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut tentang keadaan topografi dan tipe sedimentasi perairan sekitar Kel. Muara Jawa, Kec. Samboja, sehingga dapat ditentukan pemasangan alat tangkap jermal yang tepat.

Sumber : Candra Pandiangan FPIK UNMUL 2013






Comments

Popular posts from this blog

Laporan PKL PROSES PRODUKSI PENGOLAHAN AMPLANG IKAN BELIDA (Notopterus chitala) DI TOKO TERMINAL AMPLANG HJ. ADAWIYAH SAMARINDA

PLANKTON NET

Laporan PKL Alat Tangkap Bagan Congkel