Laporan Mata Kuliah Konservasi

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang 

Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah 27.263,10 km2 dan luas perairan kurang lebih 4.097 km2 yang secara geografis terletak antara 115o26'28" BT - 117o36'43" BT dan 1o28'21" LU - 1o08'06" LS dengan batas administratif sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Malinau
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kab. Kutai Timur dan Selat Makassar
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pasir
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat
Secara administratif, Kabupaten Kutai Kartanegara terbagi dalam 18 wilayah kecamatan dan 225 desa/kelurahan. Dengan pertumbuhan penduduk 4,13% per tahun, penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara mencapai 547.422 jiwa (2005) dengan kepadatan penduduk rata-rata 20,08 jiwa/km2. Topografi wilayah sebagian besar bergelombang sampai berbukit dengan kelerengan landai sampai curam. Daerah dengan kemiringan datar sampai landai terdapat di beberapa bagian yaitu wilayah pantai dan DAS Mahakam. Pada wilayah pedalaman dan perbatasan pada umumnya merupakan kawasan pegunungan dengan ketinggian 500-2000 m dpl.
Karakteristik iklim dalam wilayah Kabupaten Kutai adalam iklim hutan tropika humida dengan perbedaan yang tidak begitu tegas antara musim kemarau dan musim hujan. Curah hujan berkisar antara 2000-4000 mm per tahun dengan temperatur rata-rata 26oC. Perbedaaan temperatur siang dan malam antara 5-7 oC.
Pembangunan sebagai suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam. Pelaksanaan pembangunan yang sebagian besar merupakan eksploitasi sumber daya alam sering memberi dampak negatif terhadap ekosistem (lingkungan). Kegiatan ini dapat mengancam kelestarian keanekaragaman hayati baik tingkat genetik, jenis dan ekosistem. Ancaman utama bagi satwa liar adalah rusak dan hilangnya habitat, oleh karena itu cara yang paling ideal untuk melindungi satwa liar adalah dengan memelihara habitatnya.
Kalimantan diketahui sebagai salah satu kawasan penting dalam hal tersedianya habitat lahan basah. Habitat utama lahan basah di Kalimantan lebih dari 10 juta hektar, menutupi 20% dari luas daratan pulau Kalimantan. Habitat lahan basah yang utama di Kalimantan adalah daerah air tawar, lahan gambut dan daerah mangrove  (MacKinnon et al., 1996).
Muara Badak merupakan sebuah kecamatan yang terletak di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kecamatan Muara Badak merupakan salah satu wilayah penghasil minyak bumi dan gas alam (migas) di Kutai Kartanegara yang eksplorasi dan ekspoitasinya saat ini dikerjakan oleh perusahaan migas multinasional asal Amerika Serikat, VICO Indonesia. Kecamatan Muara Badak memiliki luas wilayah mencapai 939,09 km2 yang dibagi dalam 9 desa dengan jumlah penduduk sebanyak 32.185 jiwa (2005). Di kecamatan ini terdapat objek wisata Pantai Pangempang.
Kawasan Tanjung Pangempang adalah salah satu lokasi penting yang menyediakan habitat lahan basah berupa ekosistem pesisir pantai dan merupakan daerah yang potensial untuk dijadikan sebagai kawasan konservasi. Tanjung Pangempang yang berada di pesisir Kalimantan Timur merupakan sebuah daratan yang menjorok ke laut dan menyerupai pulau, sehingga Tanjung Pangempang memiliki karakteristik dan keunikan ekosistem tersendiri. Kawasan tersebut merupakan habitat dan tempat persinggahan bagi beberapa jenis satwa liar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan, manfaat yang dapat di peroleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan, masa depan. Menurut UU No. 4 Thn 1982 konservasi sumber daya alam adalah pengelolah sumber daya alam yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan bagi sumber daya terbarui menjamin kesinambungan untuk persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman.

Pengembangan dan pengelolaan Kawasan konservasi perairan merupakan bagian dari upaya pengelolaan atau konservasi ekosistem. Apabila ditinjau berdasarkan tipe ekosistem yang dimiliki, kawasan konservasi perairan dapat meliputi: kawasan konservasi perairan tawar, perairan payau atau perairan laut. Kawasan konservasi di wilayah perairan laut tersebut dikenal sebagai kawasan konservasi laut (KKL). Dalam pengembangannya, kawasan konservasi perairan di wilayah laut yang dikembangkan oleh pemerintah daerah sering disebut sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). 
Secara umum, tujuan dari Rencana Pengelolaan KKLD adalah untuk konservasi habitat dan proses-proses ekologi, dan perlindungan nilai sumberdaya sehingga kegiatan perikanan, pariwisata dan penelitian, pendidikan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.  Segenap tujuan dapat di diselesaikan melalui pengelolaan program yang aktif dan tepat guna yang mengarah kepada pemanfaatan sumber daya hayati di wilayah pesisir dan laut yang berkelanjutan.
Rencana Pengelolaan suatu KKLD merupakan dokumen kerja yang dapat dimutakhirkan (update) secara periodik. Karena kompleksnya pengelolaan kawasan dan juga pengelolaan bersifat ‘site specific’, maka kami berupaya mengembangkan model generik yang disajikan dalam buku pedoman ini walaupun kami menyadari bahwa model ini bukan merupakan resep yang mujarab untuk semua lokasi/wilayah. Buku ini merupakan panduan umum yang dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam penyusunan rencana pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Semoga buku ini dapat memberikan manfaat sehingga maksud dan tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Perkembangan pemahaman konservasi saat ini, sangat berbeda dan telah terjadi pergeseran paradigma pemahaman konservasi sebelumnya, sebagaimana sering menjadi momok, khususnya bagi masyarakat nelayan.  Pengertian Kawasan Konseravsi Perairan (KKP) menurut UU 31/2004 tentang Perikanan dan PP 60/2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, paling tidak memuat dua hal penting yang menjadi paradigma baru dalam pengelolaan konservasi.  Pertama, Pengelolaan KKP diatur dengan sistem zonasi, yakni: zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya.  Zona perikanan berkelanjutan tidak pernah dikenal dan diatur dalam regulasi pengelolaan kawasan konservasi menurut UU 5/1990 dan PP 68/1998.  Kedua, dalam hal kewenangan, pengelolaan kawasan konservasi yang selama ini menjadi kewenangan pemerintah pusat (BKSDA, Balai TN). Berdasarkan undang-undang 27/2007 dan PP 60/2007 serta Permen Men KP no 02/2009, Pemerintah daerah diberi kewenangan dalam mengelola kawasan konservasi di wilayahnya. Hal ini sejalan dengan mandat UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah terkait pengaturan pengelolaan wilayah laut dan konservasi.  Secara detil bagaimana pemerintah daerah melakukan pencadangan kawasan konservasi diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Per.02/Men/2009 tentang Tata Cara penetapan kawasan konservasi perairan. Lebih lanjut, pengaturan mengenai kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Per.17/Men/2008 sebagai peraturan turunan dari UU 27 tahun 2007.
Dengan pengaturan zona sebagaimana dikemukakan, serta perkembangan desentralisasi dalam pengelolaan kawasan konservasi, kekhawatiran akan mengurangi akses nelayan itu sangat tidak mungkin. Justru hak-hak tradisional masyarakat sangat diakui dalam pengelolaan kawasan konservasi. Masyarakat diberikan ruang pemanfaatan untuk perikanan di dalam kawasan konservasi (zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan maupun zona lainnya), yang dalam konteks pemahaman konservasi terdahulu (sentralistis) hal ini belum dilakukan. Kata kunci pengelolaan kawasan konservasi perairan adalah DIKELOLA DENGAN SISTEM ZONASI dengan tujuan untuk perikanan yang berkelanjutan. Lebih lanjut, pengelolaan kawasan konservasi ini dikelola oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya. Dalam hal ini dapat melibatkan masyarakat melalui kemitraan antara unit organisasi pengelola dengan kelompok masyarakat dan/atau masyarakat adat, lembaga swadaya masyarakat, korporasi, lembaga penelitian, maupun perguruan tinggi.
Jadi pengelolaan kawasan konservasi tidak hanya dilakukan oleh pemerintah ‘pusat’ saja, tetapi juga oleh pemerintah provinsi dan kabupaten sesuai kewenangannya. Pada tingkat pemerintah, DKP telah membentuk Unit Pelaksana Teknis, yaitu  Balai Kawasan Konservasi Perairan (BKKPN) yang berkedudukan di Kupang dan Loka Kawasan Konservasi Perairan (LKKPN) yang ada di Pekan Baru. Sedangkan Pemerintah Daerah, untuk mengelola KKLD, dapat pula dibentuk UPT daerah atau bahkan dapat ditingkatkan menjadi Badan Layanan Umum (BLU) jika memang kegiatan konservasi di wilayah tersebut cukup menjanjikan sehingga perlu dikelola secara professional.
Sebagaimana diatur peraturan-perundangan yang telah dikemukakan, pemerintah daerah diberi kewenangan dalam mengelola kawasan konservasi di wilayahnya. Dalam hal ini, fungsi DKP hanya mendorong daerah untuk mengembangkan potensi daerahnya sesuai dengan peraturan perundangan yang ada. Dalam konteks pengelolaan KKLD, Sebenarnya pemerintah pusat hanya memfasilitasi dan menetapkan kawasan konservasi. Proses identifikasi, pencadangan maupun Pengelolaannya secara keseluruhan dilakukan oleh pemerintah daerah. Sebenarnya pengembangan KKLD ini telah mulai didorong dan juga atas inisiatif daerah sejak berdirinya DKP. KKLD sendiri dalam istilah perundang-undangan memang tidak di atur, nama ini sudah terlanjur popular. Istilah yang dikenal perundang-undangan adalah kawasan konservasi perairan dan/atau kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Lebih lanjut, Kawasan konservasi perairan laut dikenal sebagai KKL. Sedangkan KKL yang pengelolaannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah sering disebut Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Kedepan, antar satu KKLD dengan KKLD lainnya akan saling terhubung membentuk sebuah jejaring yang kuat/tangguh (resilient) baik dari sisi ekologis maupun manajemennya, sehingga fungsi kawasan betul-betul dapat mendukung perikanan yang berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat
Sebaiknya pengelolaan kawasan konservasi dilakukan sesuai dengan kewenangannya. Pengelolaaan KKP di daerah tentunya harus berbasis masyarakat dan bermitra dengan masyarakat. Contoh, mengenai mata pencaharian alternative masyarakat yang telah dikembangkan di kawasan konservasi, seperti: pengelolaan kepiting bakau, pengelolaan jasa wisata bahari, budidaya rumput laut, kegiatan partisipasi jender (missal: pembuatan kerupuk ikan, kerajinan masyarakat, dan lain-lain). Peranserta masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi merupakan hal yang utama, mengingat masyarakat-lah yang sebenarnya sehari-hari berada pada KKP, tidak sedikit yang bergantung terhadap sumberdaya di KKP tersebut. Sehingga kemitraan dan kerjasama yang mengedepankan peran masyarakat utamanya bagi peningkatan kesejahteraan adalah sangat penting.




BAB III
PEMBAHASAN
RENCANA RANCANGAN DAERAH YANG AKAN DIKONSERVASI

Kalimantan diketahui sebagai salah satu kawasan penting dalam hal tersedianya habitat lahan basah. Habitat utama lahan basah di Kalimantan lebih dari 10 juta hektar, menutupi 20% dari luas daratan pulau Kalimantan. Habitat lahan basah yang utama di Kalimantan adalah daerah air tawar, lahan gambut dan daerah mangrove
Melihat kondisi sekarang kawasan Tanjung Pangempang adalah salah satu lokasi penting yang menyediakan habitat lahan basah berupa ekosistem pesisir pantai dan merupakan daerah yang potensial untuk dijadikan sebagai kawasan konservasi. Tanjung Pangempang yang berada di pesisir Kalimantan Timur merupakan sebuah daratan yang menjorok ke laut dan menyerupai pulau, sehingga Tanjung Pangempang memiliki karakteristik dan keunikan ekosistem tersendiri. Kawasan tersebut merupakan habitat dan tempat persinggahan bagi beberapa jenis satwa liar.
Burung air merupakan salah satu komponen hayati dari sebuah lahan basah, kehidupan burung air bergantung pada keberadaan lahan basah. Lahan basah digunakan sebagai tempat melakukan aktivitas kehidupannya, seperti makan, beristirahat dan berkembang biak. Burung air memiliki peran ekologis terhadap ekosistem lahan basah, dimana burung air berperan penting pada pertukaran energi antara kehidupan di daratan dan di perairan, sehingga turut menentukan dinamika produktivitas biomassa lahan basah.  Hewan ini juga dapat mempercepat suksesi yang terjadi di lahan basah, burung air juga menyediakan sejumlah pupuk alami bagi vegetasi yang ada di pantai dan daerah-daerah yang lebih tinggi 
Penelitian keragaman jenis burung air ini dilaksanakan pada daerah Tanjung Pangempang, yaitu di Desa Pangempang Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara. Kawasan Tanjung Pangempang mempunyai nilai yang sangat strategis, baik dipandang dari aspek ekologi maupun penyedia jasa lingkungan dan memiliki fungsi terhadap perlindungan keanekaragaman hayati, juga sangat potensial untuk mendukung fungsi pendidikan, penelitian serta rekreasi

   
 1  zona Inti                         

              2   zona penyanggah
                                                          
                                        3    zona pemanfaatan

                                                  Pulau Pangempang
Keterangan :
1. Kawasan no 1 atau kawasan yang bergaris kuning merupakan kawasan INTI.                                      Kawasan ini merupakan kawasan perairan yang tidak boleh atau dilarang dari segi pemamfaatannya  karena kawasan ini memiliki ekosistem terumbu karang dan ekosistem lamun serta organisme-organisme yang dilindungi.
2.  Kawasan no 2 atau kawasan yang bergaris kuning merupakan kawasan PENYANGGA.
     Kawasan ini merupakan kawasan daratan.
3.  Kawasan no 3 atau kawasan yang bergaris biru Merupakan kawasan PEMAMFAATAN.
  Merupakan kawasan perairan yang dapat dimamfaatkan oleh masyarakat, misalnya menjadikan kawasan tersebut sebagai tempat penangkapan ikan.

BAB IV
PENUTUP
Kawasan konservasi Laut memberikan sumbangan penting di dalam pengelolaan dan pengembangan wisata alam (eko-wisata) sebagai berikut: 
* Perlindungan secara lebih baik terhadap habitat dan ikan membuat suatu wilayah lebih menarik untuk dijadikan sebagai tujuan ekowisata, khususnya jika wilayah perlindungan tersebut cukup luas untuk menampung spesies ikan berukuran besar semisal grouper, snapper, atau hiu.
Label kawasan konservasi Laut dan publikasi yang dihasilkan biasanya akan meningkatkan profil suatu wilayah sebagai tujuan eko-wisata.
* Melalui pengelolaan kawasan konservasi Laut, dampak negatif kegiatan pariwisata dapat dikendalikan. Misalnya, penggunaan pelampung pada pe-nambat kapal dapat menghindari kerusakan saat membuang sauh. 
* Kawasan Konservasi Laut dapat dipergunakan untuk mengendalikan cara-cara pemanfaatan yang tidak sesuai dengan eko-wisata.
Jika tidak dikendalikan, ekowisata dapat menda-tangkan ancaman bagi nilai-nilai alamiah dari wilayah tersebut. Namun, biaya untuk pengendalian dan manajemen pada umumnya lebih rendah daripada manfaat yang diperoleh dari industri pariwisata ber-kelanjutan (Roberts and Hawkins 2000), dan pariwisata sering diha-rapkan untuk menutup pembiayaan pengelolaan perikanan dan pemanfaatan lainnya. Di Indonesia, Komodo National Park (CCIF 2006) dan Bunaken National Park (Erdmann et al 2004) dapat menutup sebagian pembiayaan manajemennya melalui sistem retribusi pariwisata.

Secara tidak langsung, kawasan konservasi Laut dapat memberikan sum-bangan yang cukup besar bagi perekonomian se-tempat dengan cara mem-buat wilayah tersebut menarik sebagai tujuan ekowisata. Misalnya, di Wakatobi National Park, Operation Wallacea menawarkan kombinasi riset dan wisata bawah air, yang memberikan sumbangan besar bagi perekonomian masyarakat di pulau Hoga. Di Raja Ampat,   setiap turis yang akan melakukan wisata selam diwajibkan membayar kepada pemerintah daerah, dan pendapatan ekstra ini mendorong pemerintah daerah untuk membentuk jaringan Wilayah Perlindungan Laut yang dapat menjaga kelestarian terumbu karang di Raja Ampat. Banyak pemerintah daerah lainnya di Indonesia yang berpandangan bahwa pembentukan Wilayah Perlindungan Laut sebagai langkah awal pengembangan ekowisata.

DAFTAR PUSTAKA

http://kabupaten.kutaikartanegara.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Muara_Badak,_Kutai_Kartanegara
http://rinnegan24.blogdetik.com/2008/10/26/pengamatan-burung-air-di-tanjung-pangempang/
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2061466-pengertian-konservasi/
http://www.wpi.dkp.go.id/
http://www.iyor.org/
http://www.undang-undang pesisir dan pulau-pulau kecil.com/












Comments

Popular posts from this blog

Laporan PKL PROSES PRODUKSI PENGOLAHAN AMPLANG IKAN BELIDA (Notopterus chitala) DI TOKO TERMINAL AMPLANG HJ. ADAWIYAH SAMARINDA

PLANKTON NET

Laporan PKL Alat Tangkap Bagan Congkel