KAJIAN REPRODUKSI IKAN SEPAT SIAM (Trichogaster pectoralis) DI WADUK BENANGA KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN REPRODUKSI IKAN SEPAT SIAM
(Trichogaster pectoralis) DI WADUK BENANGA KOTA SAMARINDA
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Fish reproduction of snakeskin gourami
(Trichogaster pectoralis) in Benanga Reservoir, Samarinda, East Kalimantan Province

MUHAMMAD YUNUS, MOHAMMAD MUSTAKIM dan MUCHLIS EFENDI
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNMUL; Manajemen Sumberdaya Perairan
Alamat : Jl. Gunung Tabur, Kampus Gn. Kelua Samarinda 75119 Kaltim.
E-mail : yunusmuhammad982@yahoo.com


ABSTRACT


Snakeskin gourami fish caught during the study amounted to 105 individuals (65 males and 40 females) during three periods in which, were the first period were 35 individuals (24 males and 11 females). In the second period were 37 individuals (22 males and 15 females) and in third period were 33 individuals (19 males and 14 females). Based on total length range, of the snakeskin gourami fish there were 6 and 7 length range, withe the smallest size of 100 mm and the largest was 200 mm. The growth patterns snakeskin gourami fish of was isometric (b = 3), which means the length of the fish egual by the added weight, while the growth patterns of female fish were positive allometrik (b> 3),  Snakeskin gourami which means the length was more dominated than the accretion weight. The largest fish catch composition was as test II with size interval of 160-171 and the composition of fish catches for gonad maturity level IV are on III repetition of the fish so it can be assumed that the peak of spawning occurs in May. Based on the gonad maturity level, Snakeskin gourami fish overally first mature gonads were in the size interval of 160-171 mm. Gonad maturity index value of snakeskin gourami  fish overally ranged from 0,02–7,30%, with a range of male fish IKG of 0,02–0,54% and female fish of 1,60 to 7,30%. The range of total snakeskin gourami fish fecundity were from 833,75 to 8.829 points with a total length ranging from 155-200 mm, body weight ranged from 66,29-89,96 grams and gonad weight ranged from 1,15 to 6,54 grams. Snakeskin gourami fish sex ratio in overall and based on a period were not balanced and dominated by male fish.

Kaywords : Snakeskin gourami, gonad maturity level,  Gonad maturity index, fecundity, sex ratio

PENDAHULUAN
Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi semua makhluk hidup. Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum dapat dibagi 2 yaitu perairan lentik (lentic water) yang berarti perairan tenang, Misalnya danau, waduk, rawa dan sebagainya; dan perairan lotik (lotic water) yang berarti perairan yang berarus deras, Misalnya sungai, kali, parit dan sebagainya. Waduk merupakan tipe perairan buatan yang dibuat manusia dengan cara menutup aliran sungai atau sumber air untuk dapat mengaturnya demi tujuan tertentu antara lain, irigasi, pengendali banjir, kebutuhan air bersih dan sebagainya. Demikian halnya dengan Waduk Benanga di kota Samarinda merupakan waduk yang dibuat pada tahun 1977 oleh Dinas Pekerjaan Umum sebagai sarana irigasi pertanian di kelurahan lempake, kota samarinda. Seiring dengan berjalannya waktu dan tingginya aktifitas pemanfaatan masyarakat di sekitar waduk secara ekologis kondisi waduk ini semakin menurun, hal ini ditandai dengan banyaknya gulma, kualitas air yang menurun, serta sedimentasi dan erosi yang mengakibatkan menurunkan volume waduk dalam menampung air. Menurut Connel (1987), diantara komponen biotik, ikan merupakan salah satu organisme akuatik yang rentan terhadap perubahan lingkungan terutama yang diakibatkan oleh aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Setiap jenis ikan agar dapat hidup dan berkembang biak dengan baik harus dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan dimana ikan itu hidup, termaksud ikan sepat siam. Ikan sepat adalah ikan yang hidupnya bergerombol dan menghabiskan hidupnya di perairan air tawar. Biasanya sepat berkumpul di dekat tanaman air seperti kangkung, eceng gondok dan sejenisnya. Karena selain tempat makan, tanaman tersebut juga dijadikan tempat untuk menyimpan telur mereka saat berkembang biak. Ikan Sepat (Trichogaster sp), sejenis ikan anggota suku gurami (Ospronemidae). sepat rawa (Trichogaster trichopterus), sepat mutiara (Trichogaster leeri), dan sepat siam (Trichogaster pectoralis). Ikan ini merupakan ikan konsumsi yang disukai banyak orang meski umumnya hanya bernilai lokal. Namun disamping itu terdapat pula varian-varian hiasnya yang berwarna menarik, yang popular sebagai ikan akuarium (Ditjen Perikanan, 1977). Melihat dari permintaan pasar yang begitu tinggi, upaya untuk memenuhi permintaan pasar masih sepenuhnya tergantung pada hasil tangkapan di alam, karena kegiatan budidaya ikan sepat masih belum intensif dilakukan. Jadi untuk menjaga kepunahan spesies, sebagai dasar untuk pengelolaannya agar supaya tidak terjadi penurunan populasi ikan tersebut. Pendekatan melalui kajian aspek biologi ini merupakan langkah awal sebagai upaya dalam pengelolaan sumberdaya perikanan agar pemanfaatannya dapat dilakukan secara berkesinambungan.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama ± 3 bulan mulai April hingga Juni 2012 di Waduk Benanga, Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Lampiran 1). Kemudian analisis sampel  ikan dilakukan lebih lanjut di Laboratorium Ekobiologi Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman. Adapun analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Kualitas Air Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Samarinda.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan  adalah (gill net,bubu dll) sebagai alat tangkap, perahu, toples, mistar besi, botol sampel, lap halus dan kasar, dissecting set, cawan petri, ecounter, meteran, mikroskop, tissu, gelas ukur, gelas objek, timbangan digital, water checker (horiba U 10). Bahan yang digunakan adalah aquades, formalin 10%, sampel ikan sepat, sampel air dan tumbuhan air sebagai sampel yang diamati serta bahan kimia yang digunakan dalam analisis  nitrit, nitrat dan amonia.

Metode Pengumpulan Data
Metode yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yaitu hubungan panjang berat, TKG, IKG, fekunditas, nisbah kelamin dan kualitas air berupa parameter fisik, kimia dan Biologi. Sedangkan data sekunder data yang berkaitan dengan Waduk Benanga yang diperoleh dari pemerintah daerah maupun wawancara langsung dengan masyarakat atau penduduk setempat.
Table 1. Data primer yang diamati dalam penelitian
No
Objek pengamatan
Parameter yang diamati
1.
Ikan
TKG, IKG, fekunditas dan nisbah kelamin.
2.
Parameter fisika
Suhu, kedalaman dan kekeruhan, TSS, TDS.
3.
Parameter kimia
DO, pH, NH3, NO2 dan NO3.
4.
Parameter Biologi
Tumbuhan air

· Stasiun 1 : Lokasi berada pada daerah sekitar aktivitas penangkapan bubu. Lokasi ini terletak pada titik koordinat 0o24’24.99”S dan 117011’39.66”T.
· Stasiun 2 : Lokasi berada pada daerah sekitar karamba jaring apung.
Lokasi ini terletak pada titik koordinat 0024’33.50”S dan 117011’37.56”T.
· Stasiun 3 : Lokasi berada pada daerah sekitar aktivitas penangkapan jaring insang lokasi ini terletak pada titik koordinat 0024’34.84”S dan 117011’39.76”T.
 









Sumber : Citra Landsat, 2002
Gambar 1. Peta lokasi sampel air
Data hasil pengukuran kualitas air akan dianalisis secara diskriptif  dengan cara membandingkan kriteria mutu air kelas 3 untuk menopang kebutuhan organisme akuatik berdasarkan (Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur No. 02 Tahun 2011).

Metode Analisis Data
1. Hubungan Panjang Berat
Hubungan panjang berat dapat dianalisis dengan menggunakan rumus Hile 1963 in Effendie 1997 yaitu :
W  = aLb
Keterangan :
W = Berat tubuh ikan (gram)
L = Panjang total ikan (mm)
a = Intercept (perpotongan kurva hubungan panjang berat dengan sumbu y)
b = Slope (kemiringan)
2. Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
Penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) ikan jantan dan betina ditentukan secara morfologis mencakup warna, bentuk, dan ukuran gonad. Perkembangan gonad secara kualitatif ditentukan dengan mengamati TKG I-V berdasarkan morfologi gonad, mengacu kepada deskripsi menurut Effendie (1979).
3. Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Indeks kematangan gonad adalah suatu nilai dalam persen yang merupakan perbandingan antara bobot gonad dan  bobot tubuh ikan (termaksud gonad) dikalikan 100% :
IKG = Bg / Bt x 100%
Keterangan  :   IKG = Indeks Kematangan Gonad (%),
              Bg = bobot gonad (g)BT = bobot tubuh (g)
4. Fekunditas
Fekunditas diasumsikan sebagai jumlah telur yang terdapat dalam ovari ikan yang telah mencapai TKG IV. Cara mendapatkan telur yaitu dengan mengambil telur  dari ikan betina, dengan mengangkat seluruh gonadnya dari dalam perut ikan yang telah diawetkan.  Fekunditas dapat dihitung dengan metode gravimetrik dengan rumus (Effendie, 1997) :   
F = ×N  
Keterangan F =  Fekunditas (butir)
    G =  Berat gonad (g)
  Q =  Gonad contoh (g)
    N =  Jumlah telur tiap gonad contoh
5. Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin dianalisis dengan menggunakan perbandingan antara jumlah ikan jantan dan betina yang terdapat dalam setiap bulan dan stasiun pengambilan ikan contoh. Untuk membandingkan jumlah ikan jantan dan betina digunakan rumus perbandingan berdasarkan Mattjik dan Sumertajaya (2002) :
X = J / B
Keterangan :
X = Nisbah kelamin
J = Jumlah ikan jantan (ekor)
B = Jumlah ikan betina (ekor)
6. Parameter Fisika dan Kimia
Sebagai data pendukung juga akan diukur berbagai parameter kualitas air yang berperan penting dalam kehidupan ikan. Parameter yang ukura terdiri dari
parameter fisik dan kimia sebagaimana tersaji pada tabel 2.
Tabel 2. Alat dan metode pengukuran parameter fisik dan kimia perairan dengan kajian perbandingan kriteria mutu air kelas 3 (Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur No. 02 Tahun 2011).
No
Parameter
Metode dan Alat
Baku mutu
(kelas 3)
Satuan

Fisika



1.
Suhu
Membaca Skala (Termometer)
Deviasi 3
oC
2.
Kekeruhan
Membaca Skala ( water chekker)

NTU
3.
Kedalaman
Visual (Tali Penduga)

cm
4.
TDS
Gravimetrik
1000
mg/L
5.
TSS
Gravimetrik
400
mg/L

Kimia



1.
pH
Pembaca skala (water chekker)
6-9

2.
DO
Pembaca skala (water chekker)
3
mg/L
3.
NH3
Spectrophotometric
(-)
mg/L
4.
NO2
Spectrophotometric
0,06
mg/L
5.
NO3
Spectrophotometric
20
mg/L


7. Parameter Biologi
Data tumbuhan air akan ditabulasikan dan akan dianalisis secara diskriptif serta akan dibuatkan sketsa sebaran tumbuhan air yang ada di Waduk Benanga.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Waduk Benanga
Waduk Benanga adalah waduk yang berada di Kota Samarinda tepatnya di Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara, Kalimantan Timur. Perairan waduk benanga memiliki luas genangan ± 250 ha. Topografi daerah waduk benanga dan sekitarnya merupakan lembah terbuka, yang pada sisinya perbukitan rendah yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian (PPSA, 2007).
Perairan waduk benanga merupakan salah satu perairan alami yang ada di Kota Samarinda. Kondisi kualitas air di sekitar wilayah penelitian sangat dipengaruhi oleh aktivitas penduduk yang ada di sekitarnya. Pengaruh dari faktor tersebut dapat menyebabkan perubahan kondisi fisika dan kimia perairan di perairan tersebut. Kondisi kualitas air di lokasi penelitian sangat dipengaruhi oleh kondisi dari aliran anak sungai yang masuk ke perairan waduk benanga. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi adalah aktifitas masyarakat yang ada di sekitar waduk. Pengaruh dari faktor tersebut dapat menyebabkan perubahan kondisi fisika dan kimia perairan yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi usaha pengembangan budidaya ikan air tawar yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat (Bujaritinj, 1997).
Hasil pengukuran parameter fisika perairan selama penelitian berdasarkan Periode, Organisme akuatik seperti ikan pada dasarnya berbeda dengan hewan darat, pertama ikan sangat dipengaruhi oleh suhu karena merupakan faktor utama yang mempengaruhi proses metabolisme, seperti; proses makan, pertumbuhan, dan reproduksi. Berdasarkan hasil sampling yang dilakukan pada periode I berkisar 27,9-29,70C sedangkan kisaran pada periode II sebesar 27,3-27,90C. Berdasarkan hasil pengukuran kekeruhan di Waduk Benanga, kisaran pada periode I sebesar 20 - 96 NTU sedangkan kisaran pada periode II sebesar 23 - 59 NTU ini dikarnakan banyaknya tumbuhan air. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini kedalaman Waduk Benanga pada periode I berkisar antara  130 - 210 cm sedangkan pada periode II berkisar antara 140 - 220 cm. Hasil analisis TDS pada periode I berkisar 95-105 mg/L dan pada periode II berkisar antara 72-120 mg/L, nilai TDS terendah terdapat pada stasiun 2 sedangkan TDS tertinggi pada stasiun 1. Dari hasil analisis TSS pada periode I berkisar 9-18 mg/L dan pada periode II sebesar 5-13 mg/L,  TSS tertinggi pada stasiun 2 dan TSS terendah pada stasiun 1.
Hasil pengukuran parameter kimia perairan selama penelitian, pengukuran pH periode I berkisar antara 6,2-6,5 periode II berkisar antara 6,6-6,7. Konsentrasi DO periode I berkisar antara 3,99-4,35 mg/L sedangkan periode II berkisar 4,18-4,37 mg/L. Hasil analisis ammonia (NH3) periode I berkisar 0,015 - 0,025  mg/L sedangkan pada periode II berkisar 0,01 – 0,015 mg/L. Konsentrasi nitrit periode I berkisar 0,07-0,09 mg/L sedangkan periode II berkisar 0,02-0,03 mg/L. Hasil analisis NO3 pada periode I berkisar 12,07-15,84 mg/L dan pada periode II berkisar antara 11,26-13 mg/L, nilai NO3 terendah terdapat pada stasiun I periode II sedangkan NO3 tertinggi pada stasiun 2 periode I.
Dari hasil analisis kualitas air secara umum selama penelitian di Waduk Benanga dengan perbandingan kriteria mutu air kelas 3 (Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur No. 02 Tahun 2011) maka bisa di kategorikan layak dalam menopang kebutuhan organisme akuatik sehingga mendukung dalam aktivitas budidaya.
Perairan waduk benanga ini banyak ditumbuhi oleh tumbuhan air baik yang terapung maupun yang tenggelam, diantara adalah eceng gondok (Eichomia cressipes), kiambang (Salvinia molesta), kangkung (Ipomoea aquatica), ganggang (Hydrilla verticilata) dan teratai (Nymphaea pubescens). Dengan adanya tumbuhan air terjadi pendangkalan diakibatkan blumming tumbuhan air dan menyebabkan penyusutan luasan waduk benanga menjadi lebih sempit.








Gambar 2. Sketsa Sebaran Tumbuhan Air di Waduk Benanga
Keteranga :
 Hydrilla
 Kangkung
 Kiambang
 Teratai
   Eceng Gondok ( warna orenge)

Komposisi Tangkapan Ikan sepat siam
1. Komposisi Tangkapan Ikan sepat siam Berdasarkan Periode Penelitian
Dari hasil penelitian selama ± 3 bulan, jumlah keseluruhan ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) yang diperoleh sebanyak 105 ekor selama 3 kali periode pengambilan sampel dan dimana ikan sepat siam jantan sebanyak 65 ekor dan ikan sepat siam betina sebanyak 40 ekor.
Tabel 3. Komposisi tangkapan ikan sepat siam jantan dan betina berdasarkan periode penelitian.

Periode
Jantan
Betina
jumlah
I ( 7 April )
24
11
35
II   (2 Mei )
22
15
37
III (26 Mei )
19
14
33
Jumlah
65
40
105

2. Komposisi Tangkapan Ikan sepat siam Berdasarkan Selang Ukuran Panjang
Panjang total ikan yang tertangkap berkisar antara 100-200 mm (120–200 mm di periode I, 100-180 mm di periode II, dan 140-180 mm di periode III). Hasil perhitungan sebaran frekuensi panjang total ikan sepat siam diperoleh 7 selang ukuran panjang dengan selang kelas ukuran terkecil 100-111 mm dan selang kelas ukuran terbesar 193-203 mm. Ikan sepat siam paling banyak tertangkap pada kisaran panjang 16-171 mm yaitu sebesar 14 ekor dengan perbandingan 8 ekor jantan dan 6 ekor betina. 
Gambar 3. Komposisi tangkapan ikan sepat siam jantan dan betina berdasarkan selang ukuran                 panjang (mm) pada setiap periode.



3. Hubungan Panjang Berat Ikan sepat siam
Dari hasil uji t diperoleh nilai b ikan sepat siam jantan dan gabungan keduanya tidak berbeda nyata dengan nilai 3 (b = 3) sehingga dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhan ikan sepat siam jantan dan gabungan keduanya adalah isometrik (b = 3) yang berarti pertambahan panjang ikan seimbang dengan pertambahan beratnya. Sedangkan nilai b ikan sepat siam betina berbeda nyata dengan nilai 3 (b > 3) sehingga dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhannya adalah allometrik positif  yang berarti pertambahan panjang lebih didominasi dibandingkan pertambahan beratnya.

Gambar 4. Grafik hubungan panjang berat ikan sepat siam selama penelitian.
Aspek Reproduksi Ikan sepat siam
1. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Secara Morfologi
Tabel 4. Jumlah ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) pada tiap tingkat kematangan gonad yang    diperoleh selama penelitian beserta kisaran bobot tubuh dan panjang  tubuh.
Jenis Kelamin
TKG
Jumlah (Individu)
Kisaran Bobot Tubuh (g)
Kisaran Panjang Tubuh (mm)
Jantan
I
26
20,31-69,90
100-155
II
39
42,28-89,26
140-180
Jumlah                                              65
Betina
I
4
32,26-40,94
125-140
II
11
60,12-69,62
120-160
III
6
68,27-80,27
165-180
IV
19
66,29-89,96
160-200
Jumlah                                               40
Keterangan : TKG = Tingkat Kematangan Gonad
Gambar 5. Persentase tingkat kematangan gonad ikan sepat siam jantan dan betina di masing-                 masing periode selama penelitian.

Periode I
Periode II
Periode III
Gambar 6. Persentase tingkat kematangan gonad ikan sepat siam jantan dan betina                     berdasarkan selang ukuran panjang (mm) di masing-masing periode.




2. Indeks Kematangan Gonad (IKG) Secara Morfologi
Dari hasil pengamatan secara morfologi ditemukan pada ikan jantan kisaran IKG terkecil dilihat pada TKG I sekitar 0.02-0,08% dan yang terbesar pada TKG II dengan kisaran IKG 0,03-0,54%, sedangkan pada ikan bete betina yang tertinggi pada TKG I dengan kisaran IKG 1,61-2,13% dan yang terbesar pada TKG IV dengan kisaran IKG 1,66-7,30%.
  Tabel 5. Indeks kematangan gonad ikan sepat siam  selama  penelitian
Jenis Kelamin
TKG
Kisaran IKG (…%...)
Jumlah Individu
Jantan
I
0,02-0,08
26
II
0,03-0,54
39
Betina
I
1,61-2,13
4
II
1,60-1,98
11
III
1,66-3,81
6
IV
1,66-7,30
19
Keterangan : IKG = Indeks Kematangan Gonad
3. Fekunditas
Fekunditas pada ovari secara morfologi dapat dideteksi pada telur yang telah mencapai tingkat kematangan gonad IV. Ikan sepat siam sampel yang didapat mencapai tingkat kematangan gonad IV selama penelitian sebanyak 19 ekor, yang mana bobot gonatnya berkisar antara 1,15-6,54 g, panjang tubuh 155–200 mm, bobot tubuh berkisar 66,29 – 89,96 g. Hasil perhitungan fekunditas dari bobot gonat yang terendah dengan kisaran 1,15 g adalah 833,75 butir sedangkan fekunditas pada bobot gonat yang tertinggi dengan kisaran 6,54 g adalah 8829 butir. Nilai tersebut menunjukkan potensi telur yang dihasilkan untuk satu pemijahan.
4. Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin dapat mempengaruhi kestabilan populasi ikan di alam. Oleh karena itu, pengetahuan akan hal ini penting guna melihat perbandingan dari masing-masing jenis kelamin ikan yang ada di perairan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam produksi, rekruitmen, dan konservasisumberdaya ikan tersebut.


Gambar 7. Nisbah kelamin ikan sepat siam pada setiap periode penelitian
Nisbah kelamin ikan sepat siam pada setiap stasiun penelitian terlihat bervariasi. Berdasarkan hasil uji Chi-Square pada selang kepercayaan 95% (α = 0.05), nisbah kelamin ikan sepat siam pada setiap periode penelitian tidak seimbang (tidak mengikuti pola 1:1). Nisbah kelamin ikan sepat siam pada periode I, periode II dan periode III tidak seimbang dan didominasi oleh ikan jantan.


KESIMPULAN

1. Pemijahan ikan sepat siam tertinggi ditemukan pada akhir bulan Mei selama penelitia.
2. Dari hasil uji t hubungan panjang berat ikan sepat siam pada ikan sepat siam jantan isometrik dan untuk ikan sepat siam betina allometrik positif.
3. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) pada ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) jantan yaitu TKG I dan II sedangkan pada betina yaitu TKG I, II, III dan IV.
3. Ikan sepat siam pertama kali matang gonad yang ditemukan selama penelitian terdapat pada selang ukuran 160-171 mm.
4. Ikan sepat siam jantan mempunyai Indeks Kematangan Gonad (IKG) yang relatif lebih kecil dibandingkan ikan betina pada setiap tingkat kematangan gonad (TKG).
5. Ikan sepat siam memiliki potensi reproduksi yang tinggi dengan fekunditas berkisar antara 833,75–8.829 butir.
6. dari hasil uji  Chi-Square nisbah kelamin yang ditemukan tidak seimbang antara ikan sepat siam jantan dan betina selama penelitia, karena ikan sepat siam jantan lebih mondominasi di banding ikan sepat siam betina.

DAFTAR PUSTAKA
Adrianti. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Danau Tempe, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Laporan praktek lapangan. Program Studi Manajemen Sumberdaya Peraiaran,Fakultas Perikanan, IPB. Bogor. 81 hal.

Affandi, R., dan Tang, U. 2002. Fisiologi Hewan Air. University Riau Press : Riau

Anonim. 1981. Daerah airigasi Lempake Kota Madya Samarinda. Seksi Eksploitasi dan Pemeliharaan Pengairan, Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Timur, Samarinda.

Bujaritin, N. 1997. Studi Beberapa Sifat Fisika dan Kimia Air Waduk Benanga di Kota Madya Samarinda. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman, Samarinda.
Connel, R.H.L. 1987. Ecological Studides in Tropical Fish Communities.  Cambridge University Press. Cambidge.

Dinas Perikanan, 1995. Laporan Tahunan, Propinsi Jambi Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I Jambi (Yearly Book of Provincial Fisheries Service Office of Jambi..Provincial Fisheries Service Office of Jambi). Jambi. p. 5.

Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hal.
Fujaya, Yushinta. 2004. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta. Jakarta. (Halaman 117-129)


Comments

Popular posts from this blog

Laporan PKL PROSES PRODUKSI PENGOLAHAN AMPLANG IKAN BELIDA (Notopterus chitala) DI TOKO TERMINAL AMPLANG HJ. ADAWIYAH SAMARINDA

PLANKTON NET

Laporan PKL Alat Tangkap Bagan Congkel