MANAJEMEN BUDIDAYA TAMBAK SISTEM SYLVOFISHERY

MANAJEMEN BUDIDAYA TAMBAK SISTEM SYLVOFISHERY
     Pada dasarnya pola yang diterapkan pada sistem sylvofishery adalah  tetap mengedepankan pada target produk utama yaitu biota air budidaya, dan yang kedua dari hasil mangrove itu sendri, seperti ekonomi hijau (mangrove produk) maka dari itu perlu pengelolaan budidaya sistem sylvofishery dengan target produk utama berupa biota air budidaya (ikan/udang).

 Konstruksi Tambak
a. Ukuran petakan
Ukuran petakan tambak sebaiknya tidak terlalu luas, antara 2 s/d 3 Ha, dengan pertimbangan untuk memudahkan pengelolaan  budidaya

b. Pematang tambak      
Pematang/tanggul tambak kokoh dengan ukuran lebar atas min. 3 meter dan 1,5-2 m untuk pematang antara. Tinggi tanggul min. 1,25 m. Pada proses pembuatan pematang /tanggul telah dilakukan pemadatan untuk mengurangi resiko terjadinya kebocoran ataupun tanggul jebol
.
c. Pintu air utama
  Pintu air utama sebaiknya dibuat yang kokoh dari bahan kayu atau beton. Berdasarkan fungsinya, sebaiknya  terdapat pintu   pemasukan (inlet) dan pintu pembuangan (outlet).

d. Caren
    Caren  dibuat lebar minimal 3 m. Pada sistem silvofisheri caren berfungsi sebagai tempat berlindung, sekaligus untuk mencari makan. Pada lahan tambak yang berpirit, penggalian caren sebaiknya tidak melebihi 'lapisan sulfidic".  Pada tambak-tambak yang tidak berpirit, caren dapat dibuat dengan kedalaman minimal 0,5 m.

e. Pelataran
Pelataran pada sistem silvofishery merupakan tempat tegakan pohon mangrove yang ditanam.  Pada fase awal untuk mendukung pertumbuhan tanaman mangrove, daerah ini  akan diatur  sistem pengairannya, sehingga secara berkala akan mengalami fase tergenang air dan fase kering.  Pada fase kering hamparan pelataran akan mengalami oksidasi. Apabila hamparan pelataran berpotensi pirit, maka pirit akan mengalami oksidasi dan menghasilkan senyawa yang dapat menyebabkan turunnya pH tanah  hingga menjadi sangat asam (pH dibawah 4). Turunnya nilai pH tanah akan diikuti dengan meningkatnya senyawa logam bebas seperti Fe, Cd, Pb dan sebagainya, yang sangat toksik.

Pada kadar tertentu senyawa-senyawa logam tersebut  dapat meracuni akar tanaman mangrove, sehingga dapat mengganggu pertumbuhannya bahkan bisa menyebabkan kematian. Pencucian (flushing) perlu dilakukan terhadap hamparan pelataran tanah tambak berpirit selepas proses oksidasi, sehingga senyawa-senyawa toksik hasil oksidasi dapat terbuang dari hamparan pelataran, sehingga tidak akan mengganggu pertumbuhan tanaman mangrove yang dibudidayakan. Sekali lagi peran caren menjadi sangat penting, karena akan menampung limpasan dari proses pencucian pelataran untuk menghilangkan senyawa toksik hasil oksidasi pirit.

Pada sistem silvofishery peran pelataran sangat penting, karena sebagai tempat dimana ikan/udang yang dibudidayakan mencari makanan.  Oleh karena itu kualitas tanah dan air pada hamparan pelataran harus terus dikendalikan, agar tetap pada kondisi yang optimal untuk mendukung pertumbuhan tanaman mangrove maupun ikan/udang yang dibudidayakan.

Comments

Popular posts from this blog

Laporan PKL PROSES PRODUKSI PENGOLAHAN AMPLANG IKAN BELIDA (Notopterus chitala) DI TOKO TERMINAL AMPLANG HJ. ADAWIYAH SAMARINDA

PLANKTON NET

Laporan PKL Alat Tangkap Bagan Congkel